Seringkali trader mengabaikan size transaksi pada saat membeli suatu saham. Dalam banyak workshop/seminar, pada umumnya materi money management selalu ada. Namun, jarang sekali ada pembahasan mengenai size transaksi.
Biasanya seseorang yang baru terjun di market, tidak pernah memperhatikan hal ini. Yang selalu menjadi pusat perhatian utama dari hampir semua trader adalah DATA FUNDAMENTAL atau Data Technical Analysis atau mengoprek semua rumus TA. Nah yang sering dilupakan adalah size lot yang akan di beli ketika katakanlah semua signal buy muncul.
Contoh sederhana : Seseorang yang trading dengan modal 200 juta, lalu setelah melakukan analisa, ia membeli saham A sebanyak 150 juta rupiah, padahal rata-rata value transaksi saham A tersebut selama 6 bulan terakhir hanya sebesar 1-5 Miliar per hari. Hal ini biasanya akan mempengaruhi laju pergerakan harga. Harga yang tadinya sudah siap-siap untuk naik, tiba-tiba langsung diam, bisa diam 3 hari, 1 minggu, 2 minggu dst. Setelah sekian lama diam bergerak dalam range yang sempit 1-2 poin, biasanya seseorang akan mulai merasa bosan, apalagi melihat saham B naik pesat.
Contoh diatas hanyalah sebuah ilustrasi saja, pada prakteknya malah terjadi hal yang lebih kompleks. Para Fund Manager asing, selain memiliki kemampuan meriset fundamental suatu emiten yang didukung informasi yang baik , didukung dana yang besar,juga memiliki kemampuan membaca suatu konsensus tak tertulis. Apa itu konsensus tak tertulis?
Pernahkan anda melihat mengapa suatu saham bisa di beli oleh 4-5 sekuritas asing pada harga rata-rata yang tidak berbeda jauh dan dalam waktu yang relatif dekat. Hal itulah yang menjelaskan mengapa banyak yang frustrasi ikut-ikutan asing tapi keesokan harinya asing diam atau malah turun, kemudian anda cutloss karena turunnya lumayan dalam sekitar minus 3%. Inilah yang saya maksudkan bahwa diantara mereka ada konsensus tak tertulis bahwa pembagian barang harus merata sesama asing. Ketika ada yang mencoba ikut-ikutan apalagi mereka tahu aseng yang ikutan beli, mereka biasanya akan diam kalau perlu selama 6 bulan sampai komposisi barang terdiversifikasi ke pure retail untuk nanti di beli kembali pada saatnya.
Nah size transaksi anda sebetulnya menentukan ketika anda melakukan pembelian, semakin sedikit retail terlibat ketika harga bergerak naik, akan semakin tinggi harga bergerak naik. Apakah uangnya tidak habis?Yang namanya bandar, mereka mampu memanage money management dan memanipulasi segala macam strategi dan perhitungan hingga mampu meraih profit. Jadi kalau ada bandar kehabisan uang, itu namanya bukan bandar, tapi big trader. Big trader tidak mampu membuat harga naik banyak, paling-paling hanya mampu bikin naik 2-4 poin saja lalu diam atau cutloss.
Mau contoh? lihat saham BUMI, salah satu sekuritas lokal boleh dibilang ngebandarin BUMI sejak harga di 1500 sebanyak lebih dari 4 juta lot , dan dalam tempo kurang dari setahun untung lebih dari 100%. Nah silakan hitung sendiri berapa nilai uangnya, dan itulah disebut bandar karena uangnya tidak habis-habis bahkan ketika harga jatuh dalam tahun lalu ia dengan gagah berani melawan arus.
Intinya adalah, kita sebagai trader kecil selalu diarahkan untuk membeli di harga yang lebih tinggi. Jika mau mendapatkan di harga murah, bisa saja, namun butuh kesabaran, butuh kejelian dalam membaca situasi. Jika salah membaca situasi maka yangterjadi selalu kebalikannya yaitu misalnya mesti buy agresif, takut-takut jadinya cuma dapat sedikit sahamnya, mestinya buy konservatif, malah buy dengan jumlah banyak, akibatnya kedinginan sampai bosan sementara saham lain naik dengan cepat ( mengganggu emosi ). Hal inilah yang menjelaskan kenapa Stockbuzz tidak bisa banyak-banyak dan hanya 1-3 saham saja. Itupun masih ada peluang salah apalagi jika banyak sahamnya.
Size transaksi berkorelasi erat dengan Volume profiling. Salah menafsirkan volume profiling, loss resikonya. Mau contoh lagi? ingatkah ketika ADRO di landa isu mau dibeli ASII ? ketika itu saham ADRO bergerak dari 2250 hingga 2375 dalam 2 hari saja. Ketika isu beredar, banyak sekali big trader yang berspekulasi, oleh karenannya dalam live stockbuzz di infokan buy adro 2250. Dua hari kemudian ketika harga lewat 2300 dan 2350, mulailah orang percaya bahwa adro akan serius naik dan banyak yang akan ikutan, dan banyak yang salah menafsirkan volumenya. Betul volumenya ketika breakout 2350 cukup signifikan, namun sayangnya itu bukan volume yang diharapkan, namun banyak salah ditafsirkan bahwa hal itu breakout dengan volume.
Kenaikan/penurunan suatu harga saham dalam jangka pendek ERAT KAITANNYA dengan WHO IS THE PLAYER. Bagimereka yang mampu melakukan profiling volume atau profiling buyer/seller, maka akan mampu lebih baik dalam hal memprediksikan pergerakan harga saham. Namun jika mencoba memprediksikan harga saham dengan dasar analisa grafik, hal itu adalah hal yang mustahil. Mengapa demikian? saya ambil contoh seperti ini:
Ketika ada pihak BERHASRAT untuk membuat harga saham naik dan kita tahu hal itu, apalagi bila kita tahu ia telah mencemplungkan sebagian dananya untuk mencapai tujuannya, maka disitulah kita masuk, karena kecil kemungkinannya ia mengubah rencananya karena rencananya sedang dalam tahap pelaksanaan. Nah sekarang saya balik logikanya: ketika ada 10.000 orang retail ramai-ramai membeli @20 lot saham, otomatis volume terbentuk, namun pada situasi seperti ini harga akan tidak akan naik jauh, karena ada 10 ribu pikiran macam-macam orang yang mau segera take profit di level yang tidak kita ketahui.
Nah pada ilustrasi diatas dapat di katakan bahwa keduanya sama-sama big volume, bedanya adalah jika satu pihak yang membeli dalam jumlah besar maka itulah disebut efektif volume, sebaliknya pada 10 ribu orang yang membeli @20 lot itu bukanlah efektif volume.
Jika anda masuk/ buy dengan size besar pada situasi yang salah, disitulah biasanya awal bencana , karena biasanya perlu waktu untuk menunggu. Tidak percaya? silakan nanti sejalan dengan waktu bisa di buktikan sendiri.
Jika anda membuka rekening di bank atau ketika anda membeli valas di money changer atau membuka account di sekuritas, biasanya ada prosedur yang dinamakan Know Your Customer ( KYC ), nah dalam bertransaksi di market khususnya BEI adalah penting bagi anda untuk Know Your Bandar ( KYB ) hahahahaha. Karena trading dengan berpihak di pihak yang benar cenderung menghasilkan profit, demikian sebaliknya.
Tehnik apapun yang digunakan apakah bottom fishing, buy high sell high ,or whatever, akan menjadi lebih baik bila ada prosedur KYB nya. Itu pun masih ada peluang salahnya yang dikarenakan adanya deception, apalagi yang sembarang hantam kromo.
Dari tulisan diatas, mungkin ada diantara pembaca yang mengambil kesimpulan bahwa : Tentu saja jangan buy ketika di fase akumulasi dan buy ketika fase mark up. Hal tersebut ada benarnya, namun perlu diingat bahwa:
KITA SELALU MAMPU BERCERITA SUATU FASE AKUMULASI - DISTRIBUSI- MARK UP- MARK DOWN, HANYA KETIKA SUDAH TERJADI. Faktanya adalah hampir setiap orang justru tidak pernah mampu meraba apa yang di depan, contoh buy saham di downtrend, buy saham yang datar lama, nah itu semua disadari ketika kita menoleh kebelakang bukan? Oleh karena itu apa yang dimaksudkan tulisan diatas adalah bagaimana kita belajar melihat kedepan. Kemampuan prediksi dalam trading harus terus diasah hingga mencapai lebih dari 50%. Karena kalau ada yang bilang bahwa trading bisa 50% benar saja sudah baik, maka LEBIH BAIK jangan trading, simpan di SBI / deposito saja uang anda. Mengapa harus mempertaruhkan uang anda dalam probabilita 50-50 ? MINIMAL kemampuan prediksi anda haruslah 51% benar. Jika hanya mampu 50-50 , maka sebetulnya kita semua tahu apa hasil akhir protofolio.
Dalam falsafah jawa ada 3 hal yang tentunya kita pernah belajar ketika di bangku sekolah yaitu :
1. Ing Ngarso Sung Tuladha
2. Ing Madya Mangun Karsa
3. Tut Wuri Handayani
Nah selama ini kita trading biasanya hanya Tut Wuri Handayani, itu sebabnya cuan tidak bisa banyak. Jadi jika mau cuan banyak di market harus belajar menjadi yang nomor 1.ha.ha.ha.ha.
Semoga bermanfaat and happy cuan .
No comments:
Post a Comment