Dalam beberapa kesempatan ( khususnya pada bearish Trend ) seringkali saya menemui banyak orang yang menyatakan nyangkut parah dan cutloss di bottom. Seperti kita ketahui Sejak 11 dan 14 Feb 2011, IHSG sudah memasui konsolidasi area.
Pada 16 Februari 2011 malam : http://stockfortuner.blogspot.com/2011/02/ihsg-for-tomorrow-17-feb-2011.html, saya memposting 7 Saham yang berpeluang kuat naik. Dan dalam 3 hari ( 17-18-21 ) Ketujuh saham tersebut naik semua. Apakah semua prediksi tersebut datang tiba-tiba dari langit? tentu tidak.
Pada saat diposting 16 Feb 2011 malam, rata-rata banyak diantara saham tersebut justru sedang dalam tekanan jual seperti BMRI , lalu mengapa saya bisa yakin dan bahkan dalam postingan tersebut secara JELAS menulis BUY AREA dan stoplossnya tanpa ragu, kemudian dalam 3 hari saja BMRI naik 9% ? jawabannya hanya satu :
Orang lebih suka membeli saham di harga mercy dengan alasan konfirmasi atau menunggu validitas. Hal tersebut tidak salah, tetapi akan menjadi salah apabila ternyata market melawan posisi kita , maka yang terjadi kita menjual saham di harga bajaj. Pada postingan 16 Feb 2011 malam tersebut, saya memperkirakan bahwa buy area BMRI di harga bajaj adalah 5550-5600 dan kalau salah paling-paling jual jadi becak kalau CLOSE dibawah 5450.
Saya percaya banyak yang masuk BMRI diharga 5750 keatas atau bahkan 6000, dan ketika nanti dikagetin turun sampai 5700 dalam tempo beberapa menit, lagi-lagi banyak orang yang menjual mercy nya diharga bajaj.
Peluang anda apakah cuan atau loss, telah ditentukan sejak ketika anda AKAN memutuskan buy action. Karena keputusan melakukan buy tidak sekonyong - konyong datang begitu saja. Ada pra-kondisi, kronologi, dan rangkaian analisa yang mendahului sebelum melakukan buy. Pada point ini saya ingin mengatakan bahwa, apabila seseorang lebih sering membeli saham di harga mercy dan menjualnya di harga bajaj, maka hampir dapat dipastikan rangkaian kronologis sebelum melakukan buy telah salah sejak awal.
Jika anda perhatikan pada beberapa stock buzz saya, level stoploss yang diberikan bukan hanya berdasarkan level % risk value, namun lebih pada memperkirakan kemana gerakan harga apabila ternyata salah. Kita harus yakin di titik mana analisa kita salah. Seringkali juga banyak orang yang berkomentar setelah harga naik/turun, padahal ketika belum terjadi sama sekali tidak berani secara tegas menyatakan BUY AREA dan stoplossnya. Akibatnya terkesan ambigu, dan ketika salah, selalu ada alasan untuk menyatakan pembenaran atas kesalahan analisanya.
Jika suatu analisa berani menyatakan buy area dan stoploss dengan kondisi yang jelas MISAL : STOPLOSS JIKA ADA HARI dimana dibawah XXXX. Nah itu jelas, kalau loss ya loss, kalau cuan ya cuan. Dan saya pribadi tidak takut untuk berbuat salah dalam analisa. Karena sebetulnya seseorang semakin sering melakukan kesalahan analisa akan menjadikan hal tersebut menjadi cambuk bagi dirinya untuk terus melakukan analisa yang terbaik.
Suatu analisa yang ambigu akan cenderung membuat orang atau audience membeli saham diharga yang tidak jelas. Beberapa contoh jenis analisa yang tidak jelas adalah sbb:
- Saham ABCD berpeluang menguat karena MACD golden cross, Stochastic up, Buy On Weakness. Lho jadi diharga berapa? dan stoploss berapa? kalau sesi 2 MACD belok arah menjadi kebawah dan stoch datar, nanti bisa saja rekomendator beralasan : Kan buy On weakness, anda kenapa buy di harga segitu ?
- Rekomendasi Buy : saham 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15. Dari kelima belas saham tentu ada yang naik dan ada yang turun, ini sama seperti menebar jala di laut yang mana pilihannya adalah dapat ikan banyak atau ikan sedikit. Maksimal suatu analisa yang baik tidak lebih dari 5 saham, jika lebih maka harus diukur % berapa banyak yang betul dan salah. Saya pikir, bila mengeluarkan analisa 15 saham secara sekaligus, cukup melakukannnya secara acak tanpa perlu capek-capek analisa.
- BUY jika break resistance 5000, nah ini yang paling sering harga mercy jadi bajaj. Dan ini juga akan terjadi di ASII di beberapa hari mendatang. Saya meng-istilahkan analisa jenis ini breakpeakers. Perlu saya informasikan, untuk menjadi breakpeakers tidak semata-mata hanya memperhatikan volume. Justru seringkali yang terjadi break peak palsu. Mereka yang menyatakan breakpeak valid karena didukung volume dsb, tentu karena sudah terjadi, jika belum terjadi tetaplah suatu misteri.
- Buy saham ABCD, target ke XXXX, lho big fund yang menjadi driver harga suatu saham/IHSG tidak pernah menyebutkan target harga akan ke suatu level, bagaimana banyak orang bisa lebih mampu menentukan target? The driver/The mover tidak pernah cuap-cuap di radio , media, jejaring sosial, lho kok malah justru penumpang yang lebih tahu si driver mau melewati jalan yang mana? hal ini sangat tidak logis. Jika anda membaca ebook saya, maka anda akan mengerti tentang apa yang saya sebut dynamic vs statis.
- Buy at confirmation level di harga sekian, lho yang menentukan konfirmasi valid tidaknya arah harga akan naik / turun kan asing/bandar kok outsider bisa lebih tahu kalau harga bisa confirm? saya memberikan analogi seperti ini: jika 2 + 3 + 4 = 9, akan tetapi ketika baru 2+3 dan saya misal sebagai big fund mengurangi 1 baru ditambah 4 maka hasilnya menjadi 8. Nah apakah traders bisa membaca pikiran saya yang akan mengurangi 1 angka setelah 2+3? tentu tidak.
Lalu bagaimana solusinya? jelas kita harus mempelajari footprint dan memperkirakan apa yang sedang dilakukan oleh the driver. Jangan pernah berpikir suatu indikator dapat menentukan/ memberikan footprint big fund. Mungkin secara teori TA adalah benar suatu indikator OBV , MFI, Volume Oscilattor dan sebagainya dikatakan dapat memperkirakan footprint big fund, tapi lagi-lagi itu hanya cerita setelah terjadinya pergerakan harga dan volume, ketika ditanya : MFI, Volume bagus, maka buy di berapa dan stoploss di berapa? lebih banyak orang yang ragu, karena belum terjadi. Fenomena inilah yang membuat banyak orang memiliki record penjualan bajaj terbanyak di BEI.
Dan ironinya, banyak orang yang begitu yakinnya pada suatu penguasaan ilmu yang bersifat matematis dalam trading di market, padahal hal yang sesungguhnya hal tersebut tidak dapat dikalkulasi secara eksak dan matematis. Pilihan anda hanya tiga untuk berhasil di market :
1. Menjadi driver suatu saham / bandar atau
2. Menjadi long investor di saham bluechip ( The Buffet Style ) atau
3. Mampu memahami arah dan pikiran serta aksi yang dilakukan driver ( jika ingin menjadi trader )
Saya tahu, sangat sulit menjadi no.1, dan tidak kuat menjadi no.2, tapi bisa belajar dengan no.3. Sayangnya untuk mendapatkan ilmu no.3 membutuhkan jam terbang, itupun tidak menjamin, jikalau pemahamannya belum benar. Mengapa saya berani menyatakan banyak orang yang belum memiliki pemahaman yang benar? Jawabannya: bagaimana mungkin orang sudah berpengalaman sekian tahun / belasan tahun di market bisa mengeluarkan rekomendasi BUY saham KARK ( contoh saja )?, walaupun pada suatu hari nanti saham tersebut tetap akan naik.
Silakan renungkan baik-baik kalimat saya: Pada Jan 2008-Des 2008 , IHSG turun 60%, dan ketika itu jika anda loss/ mengalami potensial loss, wajar atau tidak? Sebaliknya pada 2010, IHSG naik 40% dan anda malah loss, itu wajar atau tidak? lalu apa yang salah? padahal sudah belajar kemana-mana. Temukan jawabannya jika anda mengikuti workshop saya 12 Maret 2011 di Jakarta. Anda akan menemukan suatu pemahaman yang baru yang dapat anda aplikasikan pada Technical Analysis yaitu Tape Reading and Market Tactis.
Semoga kedepan kita akan lebih banyak menjual bajaj di harga mercy daripada menjual mercy diharga bajaj. Jika saat ini anda lebih banyak mendapatkan mercy, jangan pernah lupa bajaj bajaj yang anda dapatkan di masa lalu. Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment